Life doesn't get easier, you just get stronger

Selasa, 27 November 2012

BUDAYA TRADISIONAL VS BUDAYA MODERN


Budaya tradisional adalah kebudayaan yg dibentuk dari beraneka ragam suku-suku di Indonesia yang merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia nantinya secara keseluruhan. Sedangkan Budaya modern adalah budaya yang diadaptasi dari luar dan dapat di terima oleh masyarakat.
Budaya tradisional dan modern ini memiliki kesamaan dan juga perbedaan. Di lihat sesuai perkembangan saat ini, budaya modern cenderung lebih di sukai oleh masyarakat terutama anak muda. Mereka menganggap budaya modern lebih menarik.
Padahal jika di bandingkan budaya tradisional lebih menarik, karena kita memiliki beraneka ragam budaya. Namun, faktanya masyarakat lebih menyukai budaya modern karena mereka menganggap budaya tradisional membosankan.
Ambil saja contoh seperti tarian, remaja sekarang lebih menyukai modern dance ketimbang tari tradisioanl. Padahal kita memiliki berbagai ragam jenis tarian yang menarik. Buktinya saja touris menyukai tarian tradisional kita.
Jadi, budaya modern memiliki kedudukan yang sama dengan budaya tradisonal. Hanya saja untuk saat ini tari modern lebih cenderung  di sukai.

Jumat, 09 November 2012

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kemampuan Manajerial

KATA PENGANTAR


     Puji serta syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kemampuan Manajerial”. Makalah ini juga di buat berdasarkan tugas dari mata kuliah Ilmu Budaya Dasar.

        Saya mengucapkan terima kasih kepada teman serta sumber-sumber yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini. Saya ucapkan terima kasih juga kepada Bapak dosen Ilmu Budaya Dasar, yaitu Bapak Heri Suprapto karena telah memberikan saya kesempatan untuk membuat makalah ini.
        Karena keterbatasan waktu, tenaga dan kemampuan, saya menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan para pembaca dapat memaklumi setiap kekurangan dalam makalah ini.
            Terima kasih, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya pribadi dan juga kita semua.

Depok, 14 Oktober 2012


Penulis




BAB I
LATAR BELAKANG
         Peran manajer dalam organisasi sangat menentukan efektivitas organisasi. Efektif di sini artinya manajer menjalankan pekerjaan yang benar, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk mencapai efektivitas organisasi, kegiatan/ fungsi manajer mengarah pada perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian. Seberapa jauh organisasi mencapai tujuan tergantung pada kinerja manajernya, artinya bagaimana ia menjalankan kegiatan/ fungsinya.
        Kotter dan Hesket (1997) mengatakan peranan manajer sangat penting. Mereka mengatakan bahwa ketika anggota organisasi merasa tidak perlu ada perubahan, maka seorang manajer dengan visi yang jelas dan gaya komunikasi yang baik dapat menciptakan kebutuhan akan perubahan untuk kemajuan perusahaan. Barney (dalam Javidan 1998) menyebutkan salah satu sumber daya organisasi adalah budaya dan reputasi.
       Secara konseptual bagaimana budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi adalah karena adanya kesamaan persepsi. Persepsi ini didasarkan pada dugaan bahwa cara beradaptasi dan menyesuaikan diri individu dengan lingkungan kerjanya kan lebih baik bila nilai-nilai yang terdapat dalam organisasi sesuai harapan setiap invidu.
       Budaya organisasi mempengaruhi sejumlah keluaran seperti kinerja suatu organisasi. Kotter dan Hesket (1997) menemukan bahwa perusahaan dengan budaya yang mementingkan pelanggan, pemegang saham dan karyawan berkinerja lebih baik dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut.
     Mengingat pentingnya kinerja manajerial dalam mencapai tujuan organisasi dan terbatasnya penelitian mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja manajerial, maka saya membuat makalah ini.

RUMUSAN MASALAH
      Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja manajer 
  2. Dimensi apa saja yang ada dalam budaya organisasi

TUJUAN
  1.  Untuk menambah wawasan khususnya yang berkaitan dengan budaya organisasi.
  2. Untuk mengetahui sejauh mana peran budaya organisasi dapat meningkatkan kinerja manajer.
  3.  Untuk mengetahui bagaimana cara organisasi dalam mengelola budaya organisasi agar tujuan perusahaan tercapai.

2.     
BAB II
 
KINERJA MANAJERIAL
               Manajer bekerja melalui orang lain. Istilah “orang” di sini bukan saja bawahan dan supervisor, tetapi juga manajer lain dalam organisasi yang bersangkutan. Pengertian “orang” juga mencakup individu-individu di luar organisasi, seperti: pelanggan, pemasok, dan sebagainya. Orang-orang ini dan yang lainnya menyediakan barang dan jasa bagi organisasi atau menggunakan produk atau jasa yang di hasilkan organisasi. Dengan demikian para manajer bekerja dengan siapa saja pada setiap tingkat baik didalam maupun di luar organisasi yang dapat membantunya dalam mencapai tujuan organisasi.
            Tujuan para manajer dalam setiap organisasi ialah menciptakan perilaku yang dikoordinasikan sehingga organisasi tersebut dinilai efektif oleh mereka yang mengevaluasi hasilnya. Untuk mencapai efektivitas organisasi, fungsi manajer diarahkan pada kegiatan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Perencanaan memungkinkan manajer menetapkan prosedur terbaik untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Pengorganisasian merupakan kegiatan merancang dan mengembangkan organisasi agar dapat menjalankan apa yang telah direncanakan.
            Seberapa jauh sebuah organisasi mencapai tujuan, tergantung pada kinerja manajer dalam organisasi tersebut, artinya bagaimana dia menjalankan kegiatan/ fungsinya. Namun untuk mencapai kinerja yang baik kemampuan seorang manajer semata-mata tidaklah cukup. Diperlukan sumber daya organisasi yang lain agar kinerja seorang manajer menjadi baik yang pada giliranya akan mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.
            Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa kinerja manajerial dipengaruhi oleh sumber daya organisasi termasuk juga pengaruh budaya organisasi.

BUDAYA ORGANISASI
            Budaya (culture) telah didefinisikan dengan berbagai cara dan masih sedikit kesepakatan mengenai definisi yang tepat (Pratt dan Beaulieu, 1992). Budaya merupakan sekumpulan nilai-nilai, kepercayaan dan norma yang dirasakan bersama (Umiker, 1999). Budaya selalu merupakan suatu perwujudan bersama, karena budaya setidak-tidaknya dirasakan sebagian orang yang hidup atau tinggal pada lingkungan social yang sama, dimana budaya dipelajari, yang membedakanya dengan orang di luar lingkunganya (Hofstede, 1997).
            Manifestasi budaya dibagi dalam empat kategori (Hofstede 1990;1997) yaitu, symbols, heroes, rituals, dan value. Symbols adalah kata-kata, isyarat, gambar, atau benda yang membawa arti khusus dalam budaya. Heroes adalah orang-orang baik yang hidup atau telah meninggal, nyata atau imajiner, mempunyai karakteristik yang bernilai tinggi dalam budaya dan sekaligus diperlakukan sebagai panutan dalam berperilaku. Rituals adalah kegiatan bersama yang secara teknis berebih-lebihan namun secara sosial penting dalam budaya. Symbols, heroes dan rituals digolongkan dalam istilah practices, karena ketiganya kelihatan oleh pengamat/ pihak luar meskipun arti budayanya terletak acara anggota mempersepsikanya. Inti dari budaya dibentuk oleh values. Values adalah perasaan yang memiliki sisi positif dan negatif, yang terdiri dari baik dan jahat, cantik dan buruk, normal dan abnormal, paradox dan logis rasional dan irasional (perasaan-perasaan dibawah sadar dan jarang didiskusikan), mereka tidak dapat diamati namun diwujudkan dalam sikap perilaku.

DEFINISI BUDAYA ORGANISASI
            Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi (sub unit organisasi) yang diwujudkan dalam bentuk sikap perilaku dalam organisasi (Pratt dan Beaulieu, 1992. Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar (digali, ditemukan atau dibangun suatu kelompok sebagai pembelajaran untuk menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan dengan adaptasi). Eksternal dan Integrasi internal yang telah bekerja dengan baik untuk dianggap bernilai, oleh karena itu diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yag benar untuk mempersepsikan, memikirkan dan merasakanya dalam hubunganya dengan masalah tersebut.
            Selain itu Kotter dan Hesket (1997) mengatakan bahwa budaya organisasi mempunyai dua tingkatan yang berbeda dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanan mereka terhadap perubahan. Pada tingkatan yang lebih dan kurang dalam terlihat, budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang dalam kelompok-kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu meskipun anggota kelompok telah berubah. Pada tingkatan yang lebih terliha, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu organisasi sehingga karyawan baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya (norma perilaku kelompok).
            Melalui uraian di atas, terlihat walaupun terdapat berbagai definisi budaya organisasi namun terlihat terdapat pengakuan akan pentingnya norma bersama dan nilai-nilai yang membimbing perilaku anggota organisasi.
            Budaya organisasi memiliki beberapa karekteristik (Luthan, 1998) seperti dibawah ini:
a.      Observed behavioral regulities, ketika anggota organisasi berinteraksi dengan yang lainnya, mereka menggunakan bahasa yang umum, terminology dan ritual yang berhubungan dengan rasa hormat dan cara bertindak.
b.      Norms, pedoman perilaku termasuk petunjuk bagaimana pekerjaan dilakukan.
c.       Dominant values, terdapat nilai-nilai utama yang dianjurkan organisasi dan diharapkan dirasakan bersama para anggota. Misalnya kualitas produk, tingkat kehadiran (low absenteeism) dan efisiensi.
d.      Phisolopy, terdapat kebijakan yang mengatur keyakinan organisasi tentang bagaimana pegawai atau pelanggan diperlakukan.
e.      Rules, terdapat petunjuk ketat/teliti yang berhubungan dengan kelangsungan keanggotaan organisasi.
f.        Organizational climate, ini merupakan keseluruhan perasaan yang dibawa dengan kesiapan jasmani, cara anggota organisasi berinteraksi dan berperilaku diantara mereka dan dengan pelanggan atau pihak luar lainnya.
DIMENSI BUDAYA ORGANISASI
      Budaya organisasi meresap dalam kehidupan organisasi dan selanjutnya mempengaruhi setiap aspek kehidupan organisasi (Saffold, 1988). Oleh karena itu, budaya organisasi berpengaruh sangat besar pada aspek-aspek fundamental dari kinerja organisasi (Gardner, 1999). Jika budaya organisasi merupakan aspek penting dalam meningkatkan kinerja maka budaya organisasi harus dikelola dengan baik. Untuk dapat mengelola dengan baik diperlukan pengertian yang jelas dan perhatian terhadap budaya organisasi.
      Menurut Denison (2000) untuk menggunakan budaya organisasi sebagai kunci pengungkit perubahan organisasi dalam meningkatkan kinerja terdapat tiga pendekatan: Pertama membuat manajer sadar akan bukti-bukti yang menghubungkan budaya dan kinerja; Kedua membantu mereka mengerti pengaruh yang kuat, baik positif maupun negatife dari budaya; dan Ketiga, mendiskusikan budaya menggunakan bahasa yang dapat dimengerti manajer dan cepat dihubungkan dengan perilaku mereka sendiri.
      Denison (1990;2000) mengembangkan model budaya organisasi yang berakar pada penelitian tentang bagaimana budaya mempengaruhi kinerja organisasi, dan di fokuskan pada sifat-sifat budaya yang mempunyai pengaruh kunci pada kinerja bisnis. Model budaya organisasi tersebut didasarkan pada empat sifat budaya yaitu: involvement (keterlibatan), consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas), dan mission (misi). Keempat dimensi budaya organisasi ini telah terbukti mempengaruhi kinerja organisasi sehingga diduga mempengaruhi kinerja manajerial juga.
      Pemilihan modal budaya Denison dalam penelitian karena dirasa lebih sesuai dengan kebutuhan praktis. Menurut Denison (1990) model budaya organisasi dengan keempat dimensinya mencerminkan pandangan akademik dan konsultan dan biasanya melibatkan kolaborasi yang erat dengan manajer dan organisasinya.
      Berikut ini diuraikan empat dimensi budaya organisasi menurut Denison:

Keterlibatan. Organisasi yang efektif memberdayakan orang-orangnya, membangun organisasi dalam tim, dan mengembangkan kemampuan SDM pada semua level. Anggota-anggota organisasi mempunyai komitmen terhadap pekerjaannya dan merasa mempunyai sedikit andil dalam organisasi. Orang-orang pada semua tingkatan merasa bahwa mereka sedikitnya mempunyai input terhadap keputusan-keputusan yang berakibat pada pekerjaanya dan merasa pekerjaanya berhubungan langsung dengan tujuan organisasi. Indicator keterlibatan adalah pemberdayaan, orientasi tim, dan pengembangan kemampuan.
      Keterlibatan dalam hubungan antara budaya dan efektivitas bukanlah hal baru karena telah banyak literatur perilaku organisasi yang membahasnya. Gagasan pokoknya adalah efektivitas organisasi merupakan fungsi dari tingkat keterlibatan dan partisipasi para anggota organisasi. Konsep ini mengemukakan bahwa tingkat keterlibatan dan partisipasi yang tinggi menciptakan kesadaran akan kepemilikan (sense of ownership) dan tanggung jawab. Dari kesadaran ini timbul komitmen yang lebih besar pada organisasi dan kebutuhan yang lebih sedikit akan sistem kontrol yang ketat.
      Dimensi keterlibatan yang membuat nilai-nilai orientasi tim, meningkatkan pemberdayaan anggota dan pengembangan kemampuan telah terbukti berpengaruh terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan termasuk juga kinerja para manajer tentunya. Budaya organisasi yang membuat dimensi keterlibatan memampukan manajer melaksanakan tugasnya dengan baik.
      Hipotesis: Terdapat pengaruhpositif yang signifikan antara dimensi keterlibatan dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial.
      Konsistensi. Penelitian menunjukan efektivitas organisasi terjadi karena organisasi tersebut konsistensi dan terintegrasi secara baik. Sikap perilaku seseorang berakar pada sekumpulan nilai-nilai inti bersama, para pemimpin, dan anggota dilatih pada pencapaian kesepakatan (walaupun mereka mempunyai perbedaan sudut pandang). Organisasi dengan sifat-sifat seperti ini mempunyai budaya yang khusus dan kuat yang secara signifikan mempengaruhi sikap perilaku anggota pada kemampuan mereka dalam mencapai kesepakatan dan melakukan tindakan-tindakan terkoordinasi.
      Indikator konsistensi adalah nilai-nilai inti, kesepakatan, koordinasi, dan integrasi. Dalam konteks organisasi koordinasi dan integrasi antar unit / divisi sering merupakan hal yang sulit untuk dilaksanakan. Masing-masing unit sering merasa tidak peduli dengan yang lain dalam arti lebih mementingkan kebutuhan unitnya masing-masing tanpa memperhatikan kepentingan organisasi secara keseluruhan.
      Hipotesis: Terdapat pengaruh postif yang signifikan antara dimensi konsistensi dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial.
      Adaptabilitas. Organisasi yang telah terinterasi dengan baik sering sangat sulit untuk dirubah. Integrasi kedalam dan adaptasi keluar dapat menjadi rintangan. Organisasi yang dapat beradaptasi digerakkan oleh pelangganya, mengambil resiko dan belajar dari kesalahanya, dan mempunyai kemampuan serta pengalaman untuk menciptakan perubahan. Mereka terus-menerus meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai yang berharga bagi pelangganya. Organisasi yang memiliki ciri tersebut dikatakan sebagai organisasi yang memiliki adaptabilitas karena indikator adaptabilitas adalah kemampuan menciptakan perubahan, fokus pada pelanggan, kemampuan organisasi untuk belajar.
      Budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, akan diasosiasikan dengan kinerja yang superior dalam periode waktu yang panjang. Budaya yang demikian disebut budaya adatif yang membantu perusahaan beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah dengan memungkinkanya mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang baru. Para anggota percaya bahwa mereka dapat menata secara efektif masalah baru dan peluang yang mereka temui serta siap menanggung resiko.
      Buday yang tidak adaptif biasanya sangat birokratis. Orang-orangnya reaktif, menolak resiko dan sangat tidak kreatif. Budaya, baik adaptif maupun tidak adaptif sangat mempengaruhi manajer dalam melaksanakan tugas-tugas manajerial. Ternyata masalah kunci organisasi terletak pada ketidakmampuan organisasi melakukan adaptasi.
      Dalam budaya adaptif manajer sangat peduli pada pelanggan, pemegang saham dan karyawan. Mereka sangat menghormati orang dan proses yang dapat menciptakan perubahan yang bermanfaat bahkan memprakarsai perubahan bila dibutuhkan walaupun menuntut pengambilan resiko.
      Hipotesis: terdapat pengaruh positif yang signifikan antara dimensi adaptabilitas dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial.
      Misi. Mungkin sifat budaya yang paling penting adalah misi. Organisasi yang berhasil mempunyai arah dan tujuan yang jelas didefinisikan dalam tujuan organisasi dan sasaran strategis dan tercermin dalam visi tentang akan bagaimana organisasi dimasa depan. Jika visi menggambarkan aspirasi organisasi dan akan menjadi seperti apa, maka misi menggambarkan organisasi dalam melakukan usaha, melayani pelanggan dan keahlian yang perlu dikembangkan untuk mencapai visi organisasi. Indikator misi adalah arah dan intensi strategis, tujuan dan sasaran, visi.
      Perusahaan yang dapat hidup dan berkembang adalah perusahaan yang memiliki misi yang memuat hubungan yang seimbang antara para stakeholder dari perusahaan: (1) Investor dan stockholder (2) pemasok/supplier (3) manajer dan pegawai (4) masyarakat dan pemerintah (5) pelanggan.
      Adanya tujuan dan sasaran organisasi yang berasal dari misi memberi arah pada manajer dalam membuat strategi yang tepat untuk mencapainya. Langkah yang dilakukan seorang manajer dapat berupa mengkomunikasikan tujuan dan sasaran organisasi, menciptakan perasaan bersama akan tugas yang harus dikerjakan untuk mencapainya. Apabila komunikasi telah berhasil dengan baik, maka anggota organisasi mempunyai kejelasan arah dan tujuan. Ada bukti yang meyakinkan bahwa kesuksesan kemungkinan besar terjadi ketika indvidu mempunyai tujuan terarah.
      Hipotesis: Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara dimensi misi dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial

            Dimana dimensi-dimensi budaya organisasi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas dan misi merupakan variabel independen, sedangkan kinerja manajerial merupakan variabel independen.

BAB III
KESIMPULAN
 
              Kemampuan manajerial sangat di pengaruhi oleh budaya organisasi. Dengan berpedoman pada budaya organisasi, para manajer akan dapat mengatur suatu organisasi dengan baik. Manajer bekerja dengan siapa saja pada setiap tingkat baik didalam maupun di luar organisasi yang dapat membantunya dalam mencapai tujuan organisasi. Tujuan para manajer dalam setiap organisasi ialah menciptakan perilaku yang dikoordinasikan sehingga organisasi tersebut dinilai efektif oleh mereka yang mengevaluasi hasilnya.
                 
           Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi (sub unit organisasi) yang diwujudkan dalam bentuk sikap perilaku dalam organisasi (Pratt dan Beaulieu, 1992. Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar (digali, ditemukan atau dibangun suatu kelompok sebagai pembelajaran untuk menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan dengan adaptasi).

PENUTUP
                Demikian isi dari makalah ini. saya tahu makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya sumber. Maka saya mengharapkan pembaca dapat memaklumi kekurangan dalam makalah ini. 
                      Saya mengaharapkan kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca sekalian. Semoga untuk penulisan makalah selanjutnya akan lebih baik dari makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan saya sendiri tentunya.

Selasa, 06 November 2012

Budaya Tawuran di Kalangan Pelajar



 

Akhir-akhir ini tawuran antar pelajar semakin marak terjadi. Tawuran ini biasanya di landasi dendam antar sekolah, dendam secara turun-menurun ini menjadikan sebuah budaya di kalangan para pelajar saat ini. Budaya tawuran ini biasanya menjadi tradisi turun-menurun dari para seniornya.

Padahal, banyak korban dari tawuran ini adalah pelajar yang baik dan tidak ikut dalam tawuran. Jadi sangat di sayangkan banyak korban meninggal dari tawuran ini, padahal mereka tidak tahu masalahnya.

Budaya tawuran seperti ini sulit diatasi, karena sudah menjadi kebiasaan di kalangan pelajar. Namun, peran sekolah dan orang tua sangat penting untuk mendidik murid serta anaknya agar tidak ikut dalam tawuran. Karena tawuran ini merugikan diri sendiri serta orang lain. Tapi, yang sangat berpengaruh adalah peran dari sekolah.

Sekolah memiliki peran besar dalam menghentikan budaya tawuran antar pelajar, yang masih saja terjadi. Tawuran biasanya dilakukan saat para pelajar pulang dari sekolah. Ada tawuran yang sudah direncanakan matang, dengan musuh yang menjadi "langganan".

Tapi ada juga tawuran jalanan yang terjadi begitu saja, tanpa rencana dan persiapan sebelumnya. Biasanya karena tidak sengaja bertemu di jalan atau sekolah mereka diserang duluan. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh sekolah untuk menghentikan budaya tawuran.

Sekolah harusnya terus-menerus melakukan penyuluhan bagi muridnya mengenai bahaya dan akibat yang di timbulkan dari tawuran ini. Sekolah juga harus berani mengambil tindakan tegas bagi muridnya yang terbukti ikut dalam tawuran.