Saya akan menceritakan seorang teman saya yang bagi
saya merupakan sahabat bahkan seperti orang tua, sebut saja dia . Kenapa
, karena bagi saya dia adalah wanita yang sangat tegar. Perkenalan kami
berawal dari masa SMP, yaa saat SMP kami lumayan dekat tetapi saat itu saya
merasa kedekatan kami hanya sebatas teman. Bahkan selepas kelulusan SMP pun
kami tidak pernah bertemu dan berkomunikasi.
Kami bertemu kembali tepatnya saat saya baru memasuki
masa kuliah. Pertemuan yang tidak sengaja itu membuat kami mulai berkomunikasi
lagi. Karena tempat dia bekerja tidak jauh dari rumah saya sehingga dia pun
sering main ke rumah saya. Dia adalah sosok periang menurut saya, tidak sekali
pun terlihat wajah sedih ketika bermain dengan saya.
Tepat setahun dia bekerja, dia berhenti dari
pekerjaannya karena ingin melanjutkan pendidikannya. Setelah dia berhenti
bekerja kami jadi semakin sering bermain, bahkan dia bisa berhari-hari bermalam
dirumah saya. Walaupun kami berbeda agama, dia selalu mengingatkan saya untuk
beribadah di sela-sela waktu kami bermain.
Satu semester dia menjalani masa kuliah sebagai
mahasiswi, dia tertimpa musibah. Bapaknya pergi untuk selama-lamanya karena
penyakit yang sudah lama dideritanya. Berawal dari situ pun semuanya berubah,
walaupun dia tetap kelihatan ceria tetapi seperti ada banyak hal yang
dipikirkannya.
Meski kita sering bermain bersama, bercerita banyak
hal tetapi dia tetap tertutup untuk masalah keluarga yang dia hadapi. Hingga
suatu saat saya tahu bahwa dia mempunyai kakak yang selalu berlaku kasar
kepadanya, bahkan perlakuan kasar itu dia dapat dari waktu kecilnya. Saya pun
baru tahu kalau alasan dia sering menginap di rumah saya adalah untuk
menghindari kakaknya itu.
Kuliahnya pun berantakan, terkadang dia terpaksa bolos
kuliah untuk berkerja. Uang yang dia dapatkan itu digunakan untuk diberikan
kepada kakaknya itu dan terkadang untuk biaya berobat ibunya yang sakit. Sedih
dan kasihan saya melihat perjuangannya untuk keluarganya itu.
Dia mempunyai dua kakak lagi, yang satu tinggal
bersamanya dan yang satu sudah berkeluarga. Saya pun mengusulkan agar dia
tinggal bersama kakaknya yang sudah berkeluarga itu, namun dia tidak mau dengan
beralasan takut merepotkan. Namun, lama-lama saya tahu alasan sebenarnya bukan
itu. Alasan sebenarnya adalah dia mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan
dari suami kakaknya itu.
Saya sedih, bingung sekaligus kasihan. Bisa membantu
pun hanya sekedarnya. Sering saya berpikir kenapa kehidupannya begitu rumit dan
keras. Untuk wanita seumuran saya rasanya terlalu sulit jika mendapatkan cobaan
seperti itu. Saya heran bisa-bisanya dia tetap ceria meski pun menghadapi
banyak masalah seperti itu.
Well, dari kisah hidupnya itu saya belajar banyak hal.
Belajar lebih bersyukur karena masih memiliki kedua orang tua, keluarga yang
tidak pernah berlaku kasar terhadap saya, bersyukur masih diberi kecukupan,
bersyukur tidak diberi cobaan seperti itu.
Terkadang saya merasa malu selalu merasa kurang,
padahal benar “sedikit apa pun uang akan cukup bila digunakan untuk biaya
hidup, tetapi sebanyak apa pun uang tidak akan pernah cukup bila digunakan
untuk memenuhi gaya hidup”. Saya merasa kecil sekali jika dibandingkan dengan
dia dan perjuangan hidupnya.
Saya bangga memiliki sahabat seperti dia. Sosok wanita
yang tegar, kuat dan tidak mudah putus asa. Saya belajar sesulit apa pun hidup
saya, saya harus tetap ceria. Saya harus membuat orang di sekeliling saya
bahagia walaupun dalam diri saya banyak kesedihan yang saya dapatkan.
Semoga setelah semua kesedihan dan pengorbanannya
selama ini akan berujung kebahagiaan untuknya. Semoga setelah derita hidup yang
tidak putus-putus itu akan digantikan dengan kebahagian yang tidak terputus-putus
juga kelak.
Saya hanya bisa berdoa agar dia tetap tegar dan tidak
putus asa. Semoga kelak dia akan merasakan kebahagian dan tidak menanggung
beban hidup seperti ini lagi. Saya berharap bisa menjadi wanita tegar seperti
dia. Semoga bahagia segera menjemput mu, sahabatku.